Menjadi seorang guru adalah sebagai pembelajar
dewasa, guru seharusnya dapat belajar dari pengalaman hidup yang bisa
diceritakan kembali kepada orang lain terutama bagi para siswa. Pengalaman
menjadi hal sangat penting, pengalaman berupa pengalaman hidup yang dapat
diceritakan dengan gamblang kepada siswa. Lebih banyak orang mudah memahami
sesuatu ketika dengan merasakan pengalaman langsung. Bagi saya menjadi guru
adalah suatu tantangan yang lebih berat dibandingkan dengan latar belakang
profesi saya sebelumnya di manufakturing dan bisnis pribadi, ada hal yang
sangat mendasari perbedaan profesi tersebut. Seorang guru diberikan tanggung
jawab baik segi kognitif, skill dan afektif berupa moral dan spiritual, dan
lagi setiap tahun tantangan selalu berganti seiring dengan perkembangan
biologis dan psikis anak didik, dan juga berganti anak didik yang dipercayakan
orang tua kepada guru lewat sekolah.
Saya menyadari bahwa sebagai seorang guru, saya
masih banyak belajar terutama dari pengalaman-pengalaman hidup saya sendiri,
saya juga mendapatkan dari pengalaman hidup orang lain, terutama dari rekan
kerja saya, selain itu seorang guru juga bisa belajar dari apa yang dihadapi
terhadap masalah siswa dan juga orang tua. Sekarang ini saya banyak menghadapi
generasi siswa sekarang yang kurang peduli terhadap orang lain, banyak siswa
yang bermasalah karena keluarga mereka yang bermasalah. Guru sebagai pendidik mau
tidak mau juga berperan sebagai konselor bagi siswanya, membimbing siswa untuk
menemukan jawaban atas permasalahan yang dihadapinya. Saya sering kali
menceritakan pengalaman hidup saya yang menurut saya tidak mulus dan saya yang
dulu meninggalkan kehidupan kekristenan saya, saya menolak Yesus sebagai Tuhan,
dan saya banyak melakukan dosa, waktu itu ketika saya masih di akhir
perkuliahan ketika saya mengambil sarjana dan awal-awal saya bekerja setelah
lulus, banyak pengalaman hidup saya yang saya ceritakan lewat tatap muka di
kelas yang berhubungan dengan pelajaran yang terintegrasi dengan nilai-nilai
alkitabiah, juga ketika saya berhadapan dengan siswa didik saya ketika saya ada
waktu khusus untuk mereka satu per satu. Seorang guru itu seharusnya tidak
hanya sekedar “jarkoni” , mung ngujar ning ora ngelakoni; hanya berujar,
berkata tetapi tidak melakukannya, tetapi seorang guru adalah teladan bagi
siswa didiknya, guru memberikan suatu contoh berupa tindakan yang sudah dia
lakukan. Akan sangat terasa berbeda jika kita mengatakan sesuatu hal, tetapi
kita tidak atau belum pernah melakukan hal tersebut, dibandingkan dengan
mengucapkan sesuatu hal yang sudah dilakukan sebelumnya. Orang yang sudah
melakukan sesuatu akan lebih mudah menceritakan kembali pengalaman tersebut
kepada orang lain karena yang diceritakan adalah pengalaman hidup. Banyak siswa
yang terkadang melakukan kesalahan tetapi tidak menyadari kesalahannya, ada
juga yang melakukan kesalahan tetapi hanya berhenti sampai kepada permintaan
maaf tetapi belum ada tindakan yang nyata untuk menindaklanjuti setelah
permintaan maaf tersebut. Proses mendidik siswa bisa jadi tidak akan bisa kita
lihat langsung perubahannya, perubahan terkadang harus sampai ketika mereka
sudah lulus atau bahkan ketika mereka sudah beranjak lebih dewasa. Mungkin
begitulah siswa seperti saya juga seorang guru yang lebih dewasa dari mereka,
tetapi saya terus berproses dalam pembelajaran saya.
Tak jarang beberapa alumni yang pulang ke Solo
mereka mampir ke sekolah hanya untuk bersua dengan guru-guru mereka dahulu.
Mereka bercerita dengan tantangan yang mereka hadapi ketika kuliah di luar
negeri dan sekarang bekerja di luar negeri juga, dan mereka bilang bahwa mereka
bersyukur diberi didikan yang berarti yang mempersiapkan mereka menjadi anak
yang lebih mandiri dan memiliki prinsip dalam hidup mereka. Bahkan mereka pun
juga beberapa masih ingat dahulu ketika saya memarahi mereka dan mereka baru menyadari
kenapa mereka dimarahi ketika malah mereka sudah lulus. Masing-masing pribadi
belajar, berproses dan menjadi lebih baik ketika kita fokus dengan apa yang
kita pelajari.
Luke 2:52 And Jesus increased in wisdom and
stature, and in favour with God and man. Yesus sebagai teladan hidup kita,
sudah mencontohkan seperti di ayat tersebut di atas, ketika Yesus masih berumur
12 tahun dia sudah berfokus dengan Firman BapaNya, kemudian di ayat 52
dikatakan bahwa Yesus semakin berhikmat ketika dia bertambah dewasa pertumbuhannya,
dan menjadi pribadi yang disukai Allah dan orang-orang.
Oleh: Markus Heri Prasetyo, S.T.
Guru Fisika dan Kimia
No comments:
Write komentar